Gardanasional, Jakarta - Jika diteliti lebih lanjut, antara kelompok yang setuju menggunakan berita hoax dan ikut mereproduksi dibandingkan dengan kelompok yang tidak setuju, tentunya jumlahnya sangat besar kelompok yang tidak setuju. Masalahnya, kelompok tidak setuju selama ini lebih banyak bersikap diam atau silent majority.
Demikian diungkapkan Peneliti di Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Adnan Anwar di Jakarta, Rabu 5 Desember 2018.
“Ada istilah di masyarakat kita ini mengatakan yang waras lebih baik ngalah. Padahal jadi orang baik atau waras itu tidak boleh diam," tegasnya.
Baca juga: http://gardanasional.id/post/10370/pentingnya-relawan-perdamaian-di-dunia-maya-bentukan-bnpt-1
Menurutnya, orang-orang baik yang ‘waras’ lebih banyak diam dikarenakan malas berdebat atau bertengkar. Mereka beranggapan untuk apa bertengkar di dunia maya yang tentunya akan membuang-buang waktu, karena dinilai bangsa menjadi bangsa yang tidak produktif. Karena bagi orang yang memproduksi pekerjaan produktifitas dan pengetahuan, berbicara di dunia maya menjadi perbuatan yang sia sia.
"Sementara yang orang baik ini tadi males bertengkar saja. Padahal untuk menjadi relawan di dunia maya ini harus disadarkan untuk melawan kelompok-kelompok itu. Sebenanrya sangat banyak yang mau menjadi relawan perdamaian asal cara-caranya tempat,” imbuhnya.
Sehingga karena melihat sikap diam itulah kelompok-kelompok yang suka menyebarkan ujaran kebencian dan berita hoax di dunia maya ini melakukannya secara massif dan menanggap apa yang mereka lakukan itu adalah dakwah sebagai kewajiban untuk berjihad.
“Bagi kita itu bukan jihad, jihad dari mana? memecah belah kok bisa dibilang jihad. Itu tentunya sesuatu pikiran yang keliru dan harus dilawan supaya ini jangan terus menerus terjadi. Kalau dibiarkan akhirnya dianggap sebagai kebenaran oleh masyarakat," tegasnya.
Selama ini dirinya juga mengamati di kalangan kelompok atau grup-grup para santri-santri, bahkan ada di pesantren juga sering memproduksi semacam fatwa atau penjelasan fatwa tentang masalah-masalah yang populer di masyarakat, tetapi dengan pendekatan dan kajian keilmuan.
“Tentunya ini sangat bagus dan mencerdaskan, sehingga orang bisa belajar dari pandangan-pandangan pesantren. Hanya mungkin mereka kalah militansi, karena begitu dianggap sudah selesai mereka tidak aktif lagi,” katanya.
Karena itu, ia menyambut baik dengan adanya relawan Duta Damai Dunia Maya yang sudah dibentuk Badan Nasional Penaggulangan Terorisme (BNPT) dalam menebar konten perdamaian di dunia maya.
Menurutnya, konten yang dibuat para duta damai dunia maya BNPT itu juga harus memiliki kemampuan atau akses terhadap sumber-sumber pengambilan kebijakan sehingga bisa mendapatkan informasi yang kredibel tentang suatu masalah tertentu.
"Harus dishare terus menerus, tidak boleh lelah untuk menshare. Jadi ada unsur edukasinya, saya kira gagasannya sudah sangat bagus tinggal klasisifikasi dan sistematikan supaya gerakan ini bisa membendung propaganda ujaran kebencian atau berita hoax,” tutupnya.