GARDANASIONAL, JAKARTA - Rencana penempatan perwira TNI aktif di kementerian dan lembaga pemerintah mendapat penolakan dari sejumlah organisasi masyarakat sipil. Pasalnya, ketentuan tersebut dinilai bertentangan dengan semangat profesionalisme TNI yang menjadi cita-cita pascareformasi, Senin 11 Februari 2019.
Kepala Divisi Pembelaan HAM KontraS, Arif Nur Fikri mengatakan, pada pasal 2 UU TNI secara tegas menjadikan profesionalisme TNI sebagai agenda prioritas yang harus dicapai. Oleh karenanya, dalam Pasal 47 ayat 2, keterlibatan perwira TNI aktif dibatasi pada kemanterian dan lembaga yang berkaitan dengan keamanan negara.
Pembatasan tersebut, kada Arif, didasarkan pada asas efektivitas, di mana aspek kemampuan dan pemahaman menjadi pertimbangan penempatan sebuah jabatan.
Arif menilai, jika posisi di kementerian hanya digunakan untuk menampung perwira yang non-job, maka bertentangan dengan asas efektivitas pemerintahan.
”Jangan sampai efektivitas tersebut tidak ada dan hanya dijadikan tempat untuk menunggu waktu penempatan bagi para perwira yang pada akhirnya nanti malah 'magabut',” ujarnya di Jakarta.
Selain itu, dengan menempati jabatan sipil, TNI juga dapat mencampuri kebijakan sipil. Lebih jauh lagi, lanjutnya, langkah tersebut bisa menujukkan adanya pelemahan sipil dalam proses tata kelola pemerintahan. Imbasnya, jenjang karir bagi pegawai sipil di lembaga atau kementerian yang diisi para perwira ikut terhambat.
Terkait persoalan banyaknya perwira yang non-job, baginya, ada yang salah dalam proses manajemen internal di Institusi TNI. Khususnya terkait dengan promosi dan kepangkatan.
Oleh karenanya, ia mendesak TNI untuk membenahi persoalan internal dibanding mengambil jabatan sipil.